Mudah Dimengerti

 

Mbok Rah berumur setengah baya dan baru masuk agama Buddha. Ia duduk di depan pintu vihara.

"Mbok, kenapa tidak masuk saja untuk mengikuti kebaktian?" ajak seorang umat.

"Isin (malu), umat yang datang rapih-rapih, dan aku cuma pakai jarik (sarung)," mbok Rah menolak. "Juga, panditanya keren pakai baju seragam pula."

"Lho, agama Buddha agama yang universal dan tidak ada pembedaan dalam menjalankan ajarannya," umat ini tetap bersikeras.

"Ah masa. Dulu mbok datang, diminta duduk di pinggir, katanya ada pejabat dan konglomerat akan datang."

"Itu hanya masalah karma saja. Mereka sedang memiliki karma baik jadi duduknya juga di tempat terhormat."

"Korma? Mbok tidak makan korma," mbok Rah salah dengar.

"Karma. Karma adalah hasil perbuatan masa lampau dan berbuah saat ini," umat Buddha ini mencoba menjelaskan. "Banyak orang kaya melakukan perbuatan baik pada masa lampau dan mungkin kehidupan lampaunya dan sekarang mereka menikmati hasil dari perbuatannya."

"Waduh, nyo (panggilan kepada anak laki-2), mbok sudah tua, tidak dapat mencerna yang sulit-sulit. Mbok hanya ingin hidup tenang, menjalankan ajaran agama Buddha dan makan cukup."

Umat Buddha lainnya nimbrung, dari pengurus vihara.

"Mungkin kesalahpahaman dalam dhamma dan doktrin agama Buddha menyebabkan wong cilik tidak merasa menghayati agama yang dipeluknya."

"Dokter? Mbok jarang ke dokter," mbok Rah salah dengar lagi.

"Doktrin. Doktrin. Maksud saya doktrin agama Buddha. Hal-hal mendasar dalam agama Buddha yang kesahihannya tak dapat diragukan lagi," tambah pengurus vihara dengan kata-kata yang juga sulit dimengerti.

"Nyo, mbok ke vihara agar mendapatkan dhamma yang sederhana. Ketemu pandita, ngomongya terlalu tinggi, ketemu pengurus juga tinggi. Ketemu bhikkhu juga tinggi. Apa ada dhamma yang sederhana dan mudah dimengerti?" mbok Rah mulai mengeluh dan sakit kepala.

 

Umat Buddha, yang berasal dari wong cilik, tidak menginginkan pengajaran dhamma yang terlampau sulit, seperti hukum kamma dan alam-alam kehidupan yang sulit dinalar dengan akal sehat. Mereka menginginkan dhamma yang mudah dicerna dan dilaksanakan seperti Sigalovada Sutta.