Murni

Jika kita pergi ke pasar untuk membelikan susu untuk anak kecil, kebanyakan mereka menganjurkan untuk membeli susu murni. Juga, kita ingin membeli emas, mereka juga mencari emas murni. Segala sesuatu yang murni selalu dihargai lebih tinggi. Cinta yang mulia adalah cinta murni tanpa maksud terselubung. Demikian pula dengan ajaran agama Buddha, ajaran yang murnilah yang selayaknya dipertahankan dan dilestarikan.

Meskipun dalam perkembangannya, agama Buddha bercampur dengan kebudayaan setempat, doktrin utama agama Buddha tetap sama, intisari-nya tak berubah. Dalam sejarah perkembangan agama Buddha, ditengarai ada pihak-pihak tertentu berusaha mengotori doktrin agama Buddha dengan pandangan salah. Beberapa tahun yang lalu, kita mendengar sekte agama Buddha di Indonesia menyebut "Hari Raya Waisak" dengan "hari balas budi". Penyimpangan ini sungguhlah menyesatkan. Umat Buddha sejati tetap mengingat Hari Raya Waisak untuk memperingati tiga peristiwa agung dua-puluh-lima abad yang lampau.

Satu hal yang membuat ajaran agama Buddha agak "gado-gado" adalah adanya campur-aduk antara doktrin agama Buddha dan agama lainnya. Untuk membuatnya menarik, banyak penceramah dhamma berusaha menyamakan persepsi dengan agama lain, misalnya Nasrani. Mulai dicari-cari, apakah Sang Buddha mengorbankan dirinya untuk umat manusia, apakah Sang Buddha dibangkitkan ke surga, persepsi surga, dan lain-lain. Melihat sejarahnya, agama Buddha lahir terlebih dahulu dan berusaha menyingkirkan pandangan salah pada masyarakat sekitarnya, India and Nepal. Dengan menyingkirkan pandangan salah, agama Buddha tumbuh subur dan menyebar ke seluruh dunia.