BUDDHISME SEBAGAI PENDIDIKAN

Sejak tahun akhir 1996 hingga kini, dunia mengalami krisis, dan negara-negara Asia mengalami dampak yang terparah. Beberapa negara dengan pengaruh Konfusianisme yang kuat, dengan cepat meninggalkan krisis moneter, contohnya Korea Selatan. Sedangkan Cina sedikit sekali terpengaruh oleh krisis ini. Pemaparan berikut ini menunjukkan pentingnya pendidikan, baik Konfusianisme dan Buddhisme. Pendidikan Buddhisme sangat penting dalam mempersiapkan anak-anak menghadapi kehidupan mendatang sesuai dengan ajaran Buddha.

Saat ini manusia mengalami polusi pikiran dan jiwa. Dan kita harus membersihkan dan menurunkan kadar polusi tersebut dalam diri kita. Salah satunya dengan pendidikan. Peribahasa Tiongkok kuno menyebutkan "Pendidikan merupakan hal terpenting untuk membangun sebuah bangsa, menciptakan pemimpin dan melatih rakyatnya trampil". Dan sekolah dasar merupakan pondasi dalam sistem pendidikan.

Pendidikan modern selalu berhubungan dengan iptek dan cara pikir rasional. Jika ditanya pendidikan mereka akan menyebutkan subjek Matematika, fisika, kimia, bahasa Indonesia, dan yang sejenis. Jarang yang menyebutkan "Buddhisme sebagai pendidikan". Dalam keadaan sulit, dimana untuk melanjutkan ke perguruan tinggi juga memakan biaya yang amat mahal, tidak ada salahnya umat Buddha menghabiskan waktunya selama setahun mempelajari agama Buddha.

Master Chin Kung dalam bukunya Buddhism as an Education menceritakan dengan memikat bagaimana Buddhisme dimanfaatkan sebagai pendidikan. Apakah pendidikan itu? Pendidikan merupakan arti dan nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan antarmanusia, juga hubungan manusia dengan alam semesta.

Buddhisme adalah sistem pendidikan Buddha Shakyamuni, serupa dengan sistem pendidikan Konfusius yang tersebar luas di Cina. Tujuan pendidikan Buddhis adalah mencapai kebijaksanaan, yang sering disebut Anuttara-samyak-sambhodi. Sistem pendidikan Buddhis bertujuan memperkaya kodrat (alam intrinsik) manusia sehingga memperoleh kebijaksanaan. Sedangkan inti ajaran Buddha adalah: disiplin, meditasi dan kebijaksanaan.

Organisasi pendidikan di Cina

Master Chin Kung menceritakan organisasi pendidikan di Cina sebagai berikut: Pendidikan buddhis berdasarkan bakti, serupa dengan budaya Cina. Ketika rahib buddhis datang dari India ke Cina untuk mendiskusikan agama Buddha dengan pemerintah, segera tampak bahwa Buddhisme serupa dengan tradisi Konfusianisme. Akibatnya, mereka diminta pemerintah Cina untuk menetap secara permanen.

Bhikkhu pertama yang datang ke Cina adalah Moton dan Chufarlan. Mereka diterima oleh "Hong-Lu-Si", setara dengan Kementerian Luar Negeri atau Kementerian Negara. "Si" digunakan untuk menteri dalam pemerintahan. Pimpinan Hong-Lu-Si setara dengan menteri luar negeri. Tetapi, Hong-Lu-Si hanya menerima tamu asing sementara. Untuk memperbolehkan mereka menetap secara permanen, Kaisar menambahkan kementerian lainnya, "Bai-Ma-Si", yang bertugas untuk pendidikan Buddhis. Pada awalnya, "Si" tidak berhubungan dengan vihara atau kuil, tapi sekarang merujuk pada kuil dalam sejarah Cina kontemporer.

Di Cina, terdapat dua menteri yang bertanggung-jawab atas pendidikan. "Li-Bu", ditangani oleh Perdana Menteri, mengatur sistem pendidikan dalam tradisi Konfusianisme. Organisasi ini bertahan hingga awal tahun 1900-an. Karena Kaisar memberikan dukungan yang besar kepada "Bai-Ma-Si", pendidikan Buddhis menyebar dengan cepat ke seluruh daratan Cina. Akibatnya, sekolah Konfusianis atau pun Manfusianis tidak dijumpai pada setiap desa, melainkan ditemukan "Si" (vihara, kuil) di mana-mana. "Si" (kuil) merupakan institusi pendidikan dan tidak menjalankan upacara religius. Hal ini berbeda dengan keadaan vihara atau kuil dewasa ini.

Salah satu misi utama dari keberadaan "Si" adalah pengalihbasaan sutra. Skala pekerjaan pengalihbasaan ini sangat besar. Pada abad ketujuh, bhikkhu terkenal Xuan-Tsuang memimpin 600 ahli dalam mengalihbahasakan sutra. Dengan demikian, "Si" merupakan organisasi pemerintah yang besar. Sayangnya, sejak dua ratus tahun yang lampau, fungsinya berubah menjadi tempat berhubungan dengan tahyul dan roh. Karakteristik pendidikan secara total lenyap dan hal ini sangat disesalkan sekarang ini.

Master Chin Kung melihat adanya empat tipe Buddhisme sekarang ini. Pertama, Buddhisme religius, yang dapat dilihat pada sebagian kuil di Taiwan. Kedua, Buddhisme akademis yang diajarkan di universitas, dimana Buddhisme diperlakukan sebagai filsafat, pencapaian akademis, khususnya dijumpai di Jepang. Ketiga, total degenerasi Buddhisme ke dalam klenik (cult). Tipe inilah yang paling merusak pandangan Buddhisme. Keempat, Buddhisme tradisional, memuat ajaran murni Buddha Shakyamuni, yang jarang ditemui dewasa ini.

Pengalaman Master Chin Kung dengan Buddhisme

Untuk menjelaskan lebih transparan mengapa menganggap Buddhisme sebagai pendidikan, Master Chin Kung menceritakan pengalamannya dengan Buddhisme:

"Sewaktu saya menjadi pelajar di Nanjing, saya tidak percaya satu agama pun. Saya pergi ke gereja untuk mempelajari agama Kristen. Walaupun saya mencoba untuk mengerti, saya tetap tidak dapat menerimanya. Agama favorit saya pada saat itu adalah Islam, yang menekankan prinsip moral dan etika, dan saya pikir agak susah ditemukan di antara agama-agama lainnya. Ketika saya mulai menapakkan diri ke dalam Buddhisme, bhikkhunya tidak meyakinkan. Karena itu, saya tidak menerima Buddhisme dan agak menentangnya. Saya terlalu muda pada saat itu dan belum menemukan pembimbing.

Setibanya di Taiwan, saya mendengar reputasi Profesor Dong-Mei Fang, yang dikenal sebagai filsuf juga sebagai profesor pada Universitas Nasional Taiwan. Karena tertarik, saya menulis surat menanyakan apakah saya boleh mengambil kelasnya di universitas. Saat itu, profesor berumur sekitar empat-puluhan. Profesor mengatakan bahwa di universitas, profesor tidak bersikap sebagai profesor, begitu pula mahasiswanya. Ia mengusulkan agar saya datang ke rumahnya setiap hari Minggu dan dia akan memberikan pengajaran pribadi selama dua jam.

Saya mulai belajar filsafat Barat, Cina, India dan akhirnya Buddhisme. Ia menunjukkan bahwa Buddhisme merupakah yang terindah dalam filsafat dunia. Akhirnya saya menyadari bahwa Buddhisme mengandung suatu ajaran yang hebat. Saya mulai mengunjungi kuil di Taipei, tapi bhikkhu setempat tidak dapat menerangkan Buddhisme secara memuaskan. Kemudian saya mengunjungi kuil Shan-Dao-Si di Taipei juga. Kuil ini menyimpan banyak koleksi sutra. Pada saat itu, penerbitan dan penyebaran buku Buddhis sangat jarang ditemui. Bhikkhu di Shan-Dao-Si mengijinkan saya untuk meminjam sutra-sutra yang sangat berharga itu.

Segera setelah saya mempelajari Buddhisme dengan serius, saya bertemu dengan Master Zhang-Jia. Dia adalah praktisi esoteris. Dia lah yang mengajar dan membimbing saya. Serupa dengan profesor Fang, ia mengajar saya dua jam setiap minggu selama tiga tahun sampai ia meninggal. Kemudian, saya pergi ke Taizhong mengikuti Mr. Bing Nan Lee dan mulai kuliah dan praktik agama dengannya.

Buddhisme adalah semacam bentuk khusus pengetahuan; bukanlah merupakan agama. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan, kita harus mengerti kodrat sesungguhnya. Saya menaruh respek pada Buddhisme dan saya percaya Buddha Shakyamuni merupakan pendidik terbaik dalam sejarah dunia. Ia, serupa dengan Konfusius, mengajar setiap orang tanpa lelah dan tanpa diskriminasi."

Selanjutnya, Master Chin Kung menerangkan hubungan Buddha Shakyamuni dengan murid-muridnya dalam pendidikan. Dalam bidang agama, tidak dikenal adanya hubungan guru-murid, yang dikenal adalah ayah-anak atau atasan-bawahan.

Buddhisme berhasil masuk dan berasimilasi dengan budaya Cina. Buddhisme dan Konfusianisme mendukung berseminya bakti (filial piety), respek dan penghormatan individu atas orangtuanya dan gurunya. Bakti merupakan unsur penting dalam menciptakan perdamaian dunia.

Ajaran Konfusianisme memiliki tiga kerangka pikiran utama yang harus dimengerti. Pertama, hubungan antarmanusia. Sekali dimengerti, kita akan belajar mencintai orang lain. Kedua, hubungan manusia dengan surga (heaven). Sekali hubungan ini dimengerti, kita belajar menghormati makhluk-makhluk suci dan roh-roh suci. Ketiga, hubungan antara manusia dengan lingkungan. Sekali kita mengerti, kita akan mulai menjaga kelestarian lingkungan dan menghargai setiap benda di sekeliling kita.

Sistem pendidikan dasar Konfusianisme

Pada waktu lampau, siswa-siswa sekolah dasar terlatih baik dan mampu menahan nafsu-nafsu indrawi. Sekolah menekankan pentingnya konsentrasi dan kebijaksanaan. Anak-anak mulai mengenal sekolah pada usia 7 tahun. Mereka diharuskan tinggal di sekolah dan diperbolehkan pulang pada waktu liburan saja. Mereka diajarkan cara berinteraksi dengan benar dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sopan santun terhadap guru dan teman sekolahnya. Ketika mereka kembali ke rumah, mereka mempraktikkan respek dan bakti kepada orangtua dan saudara-saudaranya.

Pada usia 7-12 tahun, para siswa diminta untuk mengingat dan menguncarkan (to recite) teks-teks kuno secara lancar. Para guru menyeleksi teks-teks kuno yang mengandung nilai-nilai kebijaksanaan. Para siswa diminta membaca dan menguncarkan teks-teks tersebut 100-200 kali sehari. Tujuan pendidikan semacam ini adalah untuk mengarahkan pikiran siswa agar diperoleh pikiran yang murni, konsentrasi dan kebijaksanaan; meskipun mereka tidak mengerti sepenuhnya.

Sistem pendidikan modern yang dimulai sejak Revolusi 1911 membuang tradisi yang telah berumur 200 tahun ini. Perubahan ini merupakan salah satu penyebab akar permasalahan negara Cina modern.

Pada usia 13 tahun, mereka dikirim ke sekolah Tai (Tai school) yang menekankan pendidikan dengan analisis dan diskusi mengenai bahan-bahan yang telah dihafal selama sekolah dasar. Para guru umumnya ahli pada bidangnya dan dapat berkonsentrasi penuh pada bidangnya selama karirnya. Mereka mengajar kelas kecil dengan 10-20 siswa dan pelajaran tidak harus diberikan dalam ruang kelas dan buku teks.

Pada periode ini, semua buku teks dicetak dengan ukuran standard, yaitu 20-kata per kolom dan 10-kolom per halaman, tanpa ruang kosong di antaranya. Format ini standard dan berlaku seluruh daratan Cina. Guru dan para siswa menghafal buku teks itu sedemikian baiknya hingga mampu menemukan dengan tepat di mana suatu pelajaran terdapat dalam buku teks. Karena telah dihafal dengan baik, tidak diperlukan buku setelah sekolah dasar.

Para guru sering membawa siswa-siswanya melakukan perjalanan guna memperluas pengetahuan dan pengalaman. Selama perjalanan, para guru mentransfer pengetahuannya. Karena tidak terbebani oleh buku teks, perjalanan tersebut jadi sangat menyenangkan. Kadangkala mereka membawa makanan dan minuman yang enak dan disukainya. Pada akhir perjalanan, pelajaran pun berakhir, dan guru telah mewariskan pengetahuannya kepada siswa-siswanya secara alamiah.

Almarhum Mr. Lee, guru Master Chin Kung, pada usia sekitar 90-an, masih mampu menggunakan material yang didapatnya pada sekolah dasar. Pada waktu ia menulis artikel, ia tidak memerlukan banyak buku referensi lagi.

Metode pendidikan semacam ini menekankan perolehan kebijaksanaan sejati dengan pikiran murni. Dengan pikiran murni, kebijaksanaan sejati akan muncul. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak kecil, yang masih murni dan tidak tercemar pikirannya, merupakan saat yang tepat bagi orang tuanya untuk memperkenalkan ajaran Buddha. Dengan usaha sedikit, anak-anak akan memperoleh manfaat yang besar dalam kehidupan selanjutnya.

Buddhisme sebagai pendidikan alternatif di Indonesia

Umat Buddha di Indonesia dapat mulai memanfaatkan ajaran Buddha sebagai salah satu pendidikan alternatif. Dalam krisis moneter ini, para lulusan SMA yang tidak dapat meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi, dapat melirik dan memanfaatkan vihara, cetiya, organisasi Buddhis sebagai pendidikan transisi selama setahun. Dengan mempelajari ajaran Buddha selama setahun penuh, kiranya akan timbul bibit-bibit unggul yang siap membabarkan dhamma di persada nusantara.

Serupa dengan umat Islam, yang membangun pesantren sebagai basis pendidikannya., umat Buddha nampaknya suda saatnya membangun padepokan-padepokan sebagai institusi pendidikan agama Buddha; dan lebih baik lagi di areal padepokan tersebut dibangun cetiya atau vihara dengan bhikkhu yang menetap dan membimbing kehidupan spiritual siswa-siswanya. Guru-gurunya dapat diperoleh dari pandita-pandita yang aktif memberikan ceramah, di samping pengurus padepokan.

Padepokan ini dapat berfungsi pula sebagai asrama bagi siswa-siswi yatim piatu. Aktivitas dalam padepokan tersebut tidak hanya pendidikan agama Buddha, tapi juga aktivitas lainnya seperti: kesenian, bahasa Inggris, kepemimpinan, teknik berceramah dan ketrampilan modern lainnya. Setelah setahun di padepokan ini, para siswa dapat meneruskan kuliah atau kerjanya dalam masyarakat. Ini merupakan bakti nyata umat Buddha dalam pendidikan nasional.

Rujukan:

Ven. Master Chin Kung, Buddhism as an Education, Buddha Dhamma Meditation Association.